"Kalau engkau mencari kebenaran maka jalannya bukan cinta, apalagi
kebencian. Jalan menuju kebenaran adalah ilmu. Kalau menilai sesuatu itu
dengan ilmu, bukan dengan benci atau senang. Jadi cinta itu maqamnya
lain, thariqahnya beda, wasilahnya beda. Meski setelah lengkap, akan
bertemu juga dengan cinta," demikian ungkap Cak Nun mengawali uraiannya
di majelis ilmu Gambang Syafaat 25 Februari 2008 di aula Masjid
Baiturrahman Simpang Lima Semarang.
Uraian Cak Nun tersebut
merupakan respons atas narasi dua Kiai yang malam itu hadir yaitu KH
Nuril Arifin dan KH Budi Hardjono. Keduanya memaparkan semesta cinta.
Cinta kepada Allah. Cinta kepada Rasul. Cinta kepada para kekasih Allah.
Cinta kepada sesama. Gus Nuril, sapaan akrab KH Nuril Arifin, misalnya,
yang bersurban putih dengan rambut gondrong tergerai mensinyalir
sekarang banyak yang mengaku sufi seperti terlihat dari kostumnya.
Detailnya, Gus Nuril juga memberikan contoh model-model orang yang
bermaksud menempuh sufisme tetapi malah tidak pas sembari menceritakan
keunikan sosok sufi agung Syaikh Abdul Qadir Al Jilani, utamanya dalam
hubungannya dengan murid-murid Syaikh Abdul Qadir. Bagi Gus Nuril,
Syariat adalah jalan besar, sedang tasawuf adalah jalan kecil tetapi
berliku-liku.
Sementara itu, merespons Gus Nuril, Kiai Budi
segera melantunkan judan judan ya allah khubban khubban ya Allah, sebuah
senandung cinta kepada Allah. Baru setelah itu Kiai Budi mengembara
memetik ilmu-ilmu cinta dari para pesohor seperti Iqbal dan Jalaluddin
Rumi. Tentu dengan gayanya yang khas dan mengundang tawa.
Usai
Kiai Budi, giliran tamu dari Hizbut Tahrir Indonesia DPW Semarang. Mas
Abdullah, sang juru bicara, memberikan tantangan menarik. Menurutnya,
cinta itu butuh bukti. Dan yang bisa membuktikan adalah diri kita dan
Allah. Begitu pula dengan cinta kepada Rasul. Lantas Mas Abdullah
mengajak para hadirin untuk membutikan cinta kepada Nabi dalam konteks
dimuatnya kembali gambar atau kartun-kartun yang menghina Nabi oleh
sebelas media massa di denmark, termasuk Jyllands-Posten pada 13
Februari 2008. Seperti diketahui, Hizbut Tahrir mengeluarkan pernyataan
resmi mengutuk keras pemuatan ulang kartun Nabi Muhammad itu.
Menanggapi
ketiga pembicara itu, Cak Nun menegaskan prinsip dasar bahwa seluruh
gejala alam dan peradaban itu memiliki sifat-sifat yaitu materi, energi,
dan frekuensi. Cak Nun mencontohkan bahwa pelaksanaan khilafah harus
dipertimbangkan apakah akan  diletakkan pada tataran energi,
frekuensi, atau materi. Terkait dengan pemuatan kartun Nabi, Cak Nun
mengajak para jamaah untuk membuka kembali sejarah perjuangan Nabi
Muhammad.
Cak Nun mengingatkan untuk menilik hijrah Nabi ke
Thaif. Di sana Rasul dilempari batu dan dilempari kotoran oleh
orang-orang kafir. Dan Nabi justru mendoakan mereka. Allahummahdi qaumi
fainnahum la ya'lamun (Ya Allah berilah petunjuk kaumku, sesungguhnya
mereka tidak mengerti). Cak Nun kemudian bertanya kepada jamaah,
“Kira-kira Rasul kalau tahu karikatur itu, apa ya diucapkannya?",
Jamaah menjawab, "Allahummahdi qaumi..." Jika seperti itu, beranikah
Anda tidak bilang seperti itu? Beranikah Anda mengucapkan sesuatu yang
berbeda dengan ucapan Nabi?" tanya Cak Nun. Lebih jauh, Cak Nun
menerangkan, "bagi orang yang tahu bahwa cinta Allah kepada Islam begitu
besar, maka tak ada kesedihan. Itu layaknya kakang kawah adi ari-ari.
Tahun 2012 dan 2015 akan terjadi sesuatu."
Masih kata Cak Nun,
"siapa orang kafir yang paling melawan Rasul. Abu Jahal. Abu Sufyan,
dll. Pada saat fathu makkah, Rasul berbicara di depan orang-orang Islam
dan musuh-musuh mereka. Hadzal yaum laisa yaumul malhamah wa lakin
hadzal yaum yaumul markhamah wa antumut tulaqa'. Hari ini bukanlah hari
kebencian, tetapi hari ini adalah hari kasih sayang. Dan kalian (para
tawanan) adalah orang-orang yang saya bebaskan/merdekakan....," tutur
Cak Nun.
Puncaknya, Cak Nun berharap, "Saya ingin dua kalimat
Rasul itu muncul secara resmi oleh HTI. Cinta saya kepada Rasul tidak
berkurang sedikit pun oleh penghinaan itu. Kasih sayang Rasul lebih luas
dari semesta. Rasul bersegera kepada Allah untuk memintakan ampun bagi
mereka. Cinta jangan membikin gupuh. Cinta jangan sampai bikin gampang
jatuh, jangan gampang marah. HTI jangan terlalu materi. PKS saja sudah
mulai ke Frekuensi. Kalau bicara syariat, syariat itu materi. Syariat
ojo diomongno (jangan dibicara-bicarakan). Lakunono (Laksanakan).
Jadikan ia energi sejarah. Tetapi saya faham dan mengerti semangat
Anda.... Dunia lebih kecil dari Anda. Jangan Anda lebih kecil. Pangkulah
dunia."
Melanjutkan pembicaraan tentang cinta, Cak Nun
menguraikan, "menurut saya, jangan sampai kita terjebak pada madzhab.
Siapa yang paling cinta dan dicintai Allah, yaitu Muhammad. Puncak
gunung cinta adalah Muhammad. Ujung-ujunganya ketemu Rasulullah. Rasul
juga madinatul ilmi. Di puncak ilmu, kita juga bertemu Rasulullah. Musa
adalah lambang kebenaran (al-Haq), maka dia ingin sekali memandang
"secara ilmiah" wajah Allah. Dan tidak bisa. Sementara Isa adalah
lambang cinta.
Adapun Rasulullah adalah amir atau manajer yang
mengerti kapan cinta ditonjolkan dan kapan ilmu ditekankan. Dalam kasus
Pak Harto, kita salah-salah menempatkan cinta dan ilmu….Kalau
kepada Allah pakailah cinta. Mencari Allah dengan ilmu tidak bisa.
Kepada Allah ilmu tak bisa diandalkan. Kekayaan tak bisa. Kepada Allah
setorlah zuhud serta setor rasa bodoh. Sementara secara horisontal,
diperlukan ilmu, maka ayat pertama berbunyi Iqra' bismi rabbikal ladzi
khalaq...alladzi allama bil qalam. Qalam adalah perlambang yang harus
dicari dalam hubungan dengan maintenance pendidikan. Yang dibutuhkan
untuk ilmu adalah qalam. Jadi, jangan madzhabkan cinta."
Lebih
jauh Cak Nun menambahkan, "sifat materi itu adalah penjumlahan atau
pengurangan. Sedang energi/ilmu bersifat bertambah bertambah. Cintamu
kepada Indonesia itu materi atau energi? Cinta tak bisa dibagi 30% untuk
ini, 40% untuk itu, dan sisanya untuk yang lain. Yang benar adalah
cinta Indonesia 100%, cinta anak 100%, cinta kepada Allah juga 100%. Itu
semua karena cinta bukan materi. Cinta kepada Anak 100% tidak bersaing
dengan cinta kepada Allah. Itulah sebabnya, sering Islam dipersaingkan
demokrasi. Itu pula yang membikin HTI marah....."
Malam itu
benar-benar Gambang Syafaat bertabur ilmu dan kasih sayang Allah. Semua
yang hadir berada dalam hubungan ukhuwah yang saling memuliakan.
Termasuk Pak Harwanto Dahlan yang menambah mesra dan hidup forum malam
ini. Juga kawan-kawan IKAMABA Voice. Lebih-lebih Mbak Elin dari Swedia
yang sedang riset tentang Sufisme dan politik di Indonesia. Pastilah
tema yang dibicarakan pada kesempatan itu sangat relevan dan pas dengan
kajiannya. Last but not least, dua Kiai kita, Kiai Budi dan Gus Nuril
memperlihatkan kemesraan yang dilandasi ilmu dan cinta.
0 komentar:
Posting Komentar